Kamis, 18 November 2010

Aku dan Jalan Raya Sawoo Safari (2)

ku. Orangnya humoris dan suka berpetualang, dan satu-satunya teman SD yang masih kental denganku. Dari SD aku mengenalnya, ketika masih di barat sana, disebuah SD selatan SMP Sawoo. Walau sejak SMA dia tak lagi satu sekolah denganku tapi sampai sekarang kami masih baik. Sampai di SD 3 hatiku bergetar lembut, ah, begitu cepat tujuh tahun berlalu. Dulu, di depan tokonya Lik Yem itu aku duduk menunggu bus. Masih terigat jelas dibenakku, siswa SMP yang menurutku tinggi-tinggi pada waktu itu selalu menghalangku apabila hendak menyetop bus. Agak ke barat sana ada jalan ke selatan, belum diaspal. Itu jalan ke rumah nenek. Begitu mendarah daging jalan tanah itu. Maklum, di rumah yang sederhana itu aku lahir. Orangtuaku belum punya rumah sendiri, masih tinggal di rumah ibunya ibuku. Sekarang nenek tinggal bersama paman dan bibi ditemani oleh seorang cucu. Anak-anaknya telah bekerja termasuk orangtuaku. Motor bapak yang satu ini memang sudah berumur tapi masih bandel untuk menyusuri jalanan desa Sawoo yang tidak rata. Entah kenapa pemerintah dirasa kurang memperhatikan keadaan jalan di sini, sangat berbeda dengan di tempatku kos yang mulus. Terus ke barat, Koramil kulalui, kantor Dikbud, lapangan kulon, orang-orang biasa menyebut tanah lapang di Desa Prayungan ini dengan "lapangan kulon" karena letaknya di barat lapangan desa Sawoo yang lebih ke timur. Di sini dulu biasanya aku olahraga. Di sebelah barat ada bekas pabrik marmer yang sudah tutup. Marmer yang diambil dari pegunungan di Sawoo itu belum "matang" sehingga kurang laku. Terus ke barat, ini adalah jalanku dulu waktu SD. Besuki, SMA Sambit, Tamansari, Berbo, adalah tempat-tempat di mana bus biasa menurunkan penumpang. Sampailah di Safari. Bukan kebun binatang, bukan juga kebun jeruk. Safari adalah baliho salon kecantikan yang disebut kenek bus saat aku turun. "sapari... ha langsung sapari.." begitulah aksi kenek sambil memukulkan uang receh dua kali ke kaca bus tanda bus harus berhenti saat itu juga.

Aku dan Jalan Raya Sawoo Safari

Pagi ini begitu cerah, namun hatiku murung. Besuk aku harus kembali meneruskan studiku di Surabaya. Bukan studi yang membebaniku tetapi semua ini telah kulalui selama hampir 20 tahun. Tadi seperti biasa, ibuku kuantar pakai motor honda prima tahun 89 milik ayah. Menanjak, memang tempat ibu bekerja di sekolah dasar yang bisa dibilang di daerah pegunungan. Kembali dari Sekolah Dasar itu , jalan mulai turun. Kuhentikan motorku di sisi bukit pinggir jalan. Di tempat sejuk ini aku berhenti. Kicauan burung terdengar sangat merdu dihiasi kokokan ayam jago milik warga. Di sana tampak bentangan luas kabupaten Ponorogo. Di kejauhan barat laut sana terlihat bangunan berwarna kuning tua, sangat jelas. Tak lain itu gedung pemerintahan milik Pemkab. Di timurnya beberapa tower telepon selular dan deretan gedung-gedung rendah menghiasi. Dan yang paling timur itu mungkin STAIN, sebelah baratnya SMA ku dulu. SMA yang begitu indah, begitu mengesankan. Dari sekolah itulah aku bisa seperti ini, melanjutkan studi yang lebih tinggi. Terimakasih banyak. Sudah cukup, aku pulang.
*
Sampai di pasar Sawoo, hiruk pikuk pasar sudah terasa pagi ini. Pedagang kambing, sayuran, kelontong, berjubel di kanan kiri jalan membuat kendaraan yang lewat berjalan merayap. Jalan berbelok ke kiri, ke arah barat, ke rumahku. Di pojokan tikungan itu rumah karib-